Malam
yang dingin, aku baru saja sampai di Banda Aceh bersama bunda. Kami menuju ke
rumah sanak saudara kami yang berada di dekat terminal bus, Batoh. Jam
menunjukkan pukul satu dini hari. Kami berangkat dari Lhokseumawe dengan
travel, aku kembali ke Banda Aceh karena melanjutkan aktifitas akademisku di
Universitas Syiah Kuala, sedangkan bundaku ada keperluan dinas untuk menghadiri
rapat di Kantor PDAM di Banda Aceh. Setiba kami di rumah yang dituju, kami pun
langsung beristirahat karena pagi nanti kami akan melanjutkan aktifitas
masing-masing.
Fajar
pun telah tiba, kami bergegas untuk shalat. Kemudian kami menyiapkan sarapan
dan juga membereskan baju. Saat aku membereskan tumpukan baju di dalam tas, handphoneku pun berdering dengan keras.
Aku pun menghampiri dan menatap layar display
dengan sekilas untuk mengecek siapa gerangan yang menelepon pun pagi ini.
Ternyata rakanku Adnan, aku pun agak terkejut karena rakanku ini jarang aku
hubungi jika dia masih berada di Dayah. Tak lama berfikir panjang, aku pun
mengangkat telepon darinya.
Dengan
mengucapkan salam, dan rakanku menjawab juga dengan salam. Aku bertanya,
“Peuhaba Tgk Adnan?”. Beliau menjawab.”Haba get, rakan”. Kemudian beliau
menyambung kalimat tersebut dengan nada perlahan. “Nyoe loen nak peutrok haba,
bahwa Abu Panton ka geutinggai geutanyoe”. Dengan spontan aku menjawab “Inna
Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’un, pajan Abu Panton wo bak Allah?”. Rakanku
menjawab “Buno poh lhee, di Rumoh saket di Medan”. Kemudian berita duka
tersebut aku sampaikan kepada Bunda.
Aku
pun terkejut, dan merasa sedih karena sebelumnya aku sempat berkunjung pada
saat hari raya Idul Fitri tahun 2011. Itu adalah kunjugan pertama dan terakhir
kalinya aku berjumpa dengan Abu Panton. Memang tak kusangka, kepergian Almarhum
begitu cepat. Ini memang sudah takdir Allah Yang Maha Kuasa. Aku yakin bukan
hanya aku saja yang sedih karena kepergian Almarhum, namun semua warga muslim
Aceh juga merasa kehilangan dan berduka atas wafatnya salah satu Ulama yang
amat dicintai oleh rakyat Aceh.
Abu
Panton adalah seorang ulama besar Aceh kelahiran 08 Juli 1945 di desa Matang
Jeulikat kemudian beliau menetap di Dusun Damai, Desa Rawang Iteik, Kota
Pantonlabu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara untuk memimpin dayah
Malikussaleh setelah sebelumnya beliau menimba ilmu pengetahuan di sekolah
rakyat (1953-1956) kemudian melanjutkan pendidikan didayah yang berada di
Kecamatan Syamtalira Aron (1960-1962) dan dayah Matang geuto Idi Cut (1962-1964)
kemudian terakhir belajar didayah Mudi Mesra Samalangan pada ulama tua Aceh
Abon Abdul Azis Samalanga (1965-1975).
Abu
Panton yang bernama Asli Abu Ibrahim bin Bardan Panton Labu, Aceh utara adalah
anak dari Teungku Bardan dan Ummi Culot kemudian beliau menikahi Ummi Hj
Zainabon beliau tidak dikarunia keturunan.
Abu panton juga ulama yang memberikan semangat
belajar mengajar bagi kalangan dayah dan universitas, ide- ide yang dikemukan
Abu Panton dapat membangkitkan semangat belajar kita, Abu berbicara satu
masalah demi masalah dan hal tersebut berbeda- beda dengan tanpa membosankan
dan kita sangat senang mendengarkannya.
Kita juga harus berdo’a pada Allah kiranya Allah
lahirkan penggati mereka yang telah lebih dahulu meninggalkan kita, sehingga
Aceh tidak berdiri paham sesat, tertegaknya syari’at Islam, lahirnya kebijakan
baik pemerintah dan rakyatnya ta’at serta makmur.
Itulah
do’a dan harapan kita. Kiranya Allah mengabulkan permintaan kita. Mari kita
pertahankan dan laksanakan nilai- nilai ‘aqidah ahlisunnah wal jama’ah, selalu
belajar dan berguru pada ulama yang masih hidup, Kita tegakkan syari’at Islam
dan mengkritisi serta memberikan kebijakan pada pemerintah yang salah dan
menyimpang dengan aturan agama Islam.
Penulis : Ahmad Fauzan Nazar
Nim : 1010102010157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar