Kamis, 02 Januari 2014

Ulama karismatik Aceh yang telah berpulang ke Rahmatullah

Malam yang dingin, aku baru saja sampai di Banda Aceh bersama bunda. Kami menuju ke rumah sanak saudara kami yang berada di dekat terminal bus, Batoh. Jam menunjukkan pukul satu dini hari. Kami berangkat dari Lhokseumawe dengan travel, aku kembali ke Banda Aceh karena melanjutkan aktifitas akademisku di Universitas Syiah Kuala, sedangkan bundaku ada keperluan dinas untuk menghadiri rapat di Kantor PDAM di Banda Aceh. Setiba kami di rumah yang dituju, kami pun langsung beristirahat karena pagi nanti kami akan melanjutkan aktifitas masing-masing.

Fajar pun telah tiba, kami bergegas untuk shalat. Kemudian kami menyiapkan sarapan dan juga membereskan baju. Saat aku membereskan tumpukan baju di dalam tas, handphoneku pun berdering dengan keras. Aku pun menghampiri dan menatap layar display dengan sekilas untuk mengecek siapa gerangan yang menelepon pun pagi ini. Ternyata rakanku Adnan, aku pun agak terkejut karena rakanku ini jarang aku hubungi jika dia masih berada di Dayah. Tak lama berfikir panjang, aku pun mengangkat telepon darinya.


Dengan mengucapkan salam, dan rakanku menjawab juga dengan salam. Aku bertanya, “Peuhaba Tgk Adnan?”. Beliau menjawab.”Haba get, rakan”. Kemudian beliau menyambung kalimat tersebut dengan nada perlahan. “Nyoe loen nak peutrok haba, bahwa Abu Panton ka geutinggai geutanyoe”. Dengan spontan aku menjawab “Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’un, pajan Abu Panton wo bak Allah?”. Rakanku menjawab “Buno poh lhee, di Rumoh saket di Medan”. Kemudian berita duka tersebut aku sampaikan kepada Bunda.
Aku pun terkejut, dan merasa sedih karena sebelumnya aku sempat berkunjung pada saat hari raya Idul Fitri tahun 2011. Itu adalah kunjugan pertama dan terakhir kalinya aku berjumpa dengan Abu Panton. Memang tak kusangka, kepergian Almarhum begitu cepat. Ini memang sudah takdir Allah Yang Maha Kuasa. Aku yakin bukan hanya aku saja yang sedih karena kepergian Almarhum, namun semua warga muslim Aceh juga merasa kehilangan dan berduka atas wafatnya salah satu Ulama yang amat dicintai oleh rakyat Aceh.

Abu Panton adalah seorang ulama besar Aceh kelahiran 08 Juli 1945 di desa Matang Jeulikat kemudian beliau menetap di Dusun Damai, Desa Rawang Iteik, Kota Pantonlabu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara untuk memimpin dayah Malikussaleh setelah sebelumnya beliau menimba ilmu pengetahuan di sekolah rakyat (1953-1956) kemudian melanjutkan pendidikan didayah yang berada di Kecamatan Syamtalira Aron (1960-1962) dan dayah Matang geuto Idi Cut (1962-1964) kemudian terakhir belajar didayah Mudi Mesra Samalangan pada ulama tua Aceh Abon Abdul Azis Samalanga (1965-1975).

Abu Panton yang bernama Asli Abu Ibrahim bin Bardan Panton Labu, Aceh utara adalah anak dari Teungku Bardan dan Ummi Culot kemudian beliau menikahi Ummi Hj Zainabon beliau tidak dikarunia keturunan.
Abu panton juga ulama yang memberikan semangat belajar mengajar bagi kalangan dayah dan universitas, ide- ide yang dikemukan Abu Panton dapat membangkitkan semangat belajar kita, Abu berbicara satu masalah demi masalah dan hal tersebut berbeda- beda dengan tanpa membosankan dan kita sangat senang mendengarkannya.

Kita juga harus berdo’a pada Allah kiranya Allah lahirkan penggati mereka yang telah lebih dahulu meninggalkan kita, sehingga Aceh tidak berdiri paham sesat, tertegaknya syari’at Islam, lahirnya kebijakan baik pemerintah dan rakyatnya ta’at serta makmur.


Itulah do’a dan harapan kita. Kiranya Allah mengabulkan permintaan kita. Mari kita pertahankan dan laksanakan nilai- nilai ‘aqidah ahlisunnah wal jama’ah, selalu belajar dan berguru pada ulama yang masih hidup, Kita tegakkan syari’at Islam dan mengkritisi serta memberikan kebijakan pada pemerintah yang salah dan menyimpang dengan aturan agama Islam.






Penulis : Ahmad Fauzan Nazar
Nim     : 1010102010157

Tidak ada komentar:

Posting Komentar