Kamis, 02 Januari 2014

Obituari Tengku Hasan Muhammad di Tiro

Tengku Hasan Muhammad Di Tiro lahir di Pidie, Aceh, pada 25 September 1925 di Tanjong Bungong, Lameulo, sekitar 20 km dari Sigli. Hasan Tiro merupakan anak kedua pasangan Tengku Pocut Fatimah dan Tengku Muhammad Hasan. Dia adalah keturunan ketiga dari kesultanan Aceh Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro.

Dia memperoleh gelar doktor di bidang hukum internasional dari Colombia University. Di negeri itu ia menikah dengan Dora seorang wanita Amerika Serikat keturunan Yahudi. Di masa-masa itu pula Hasan Tiro pernah bekerja di KBRI dan membangun jaringan bisnis di bidang petrokimia, pengapalan, penerbangan, dan manufaktur hingga ke Eropa dan Afrika. Hasan Tiro juga menjelaskan hal ini dalam bukunya The Price of Freedom.

Pandangan politiknya mulai berbalik 180 derajat ketika pemerintah Indonesia di masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjo (1953-1955) mengejar pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) hingga ke pedalaman Aceh. Hasan Tiro memprotes tindakan itu. Bulan September 1954 dia mengirimkan sepucuk surat kepada sang perdana menteri

Kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia, Hasan Tiro kemudian meninggalkan KBRI. Dia bergabung dengan DI/TII Aceh yang dideklarasikan mantan Gubernur Militer Aceh (1948-1951) Daud Beureuh tanggal 20 September 1953 sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) yang dideklrasikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Tasikmalaya, 7 Agustus 1949. Di DI/TII Aceh Hasan Tiro menjabat sebagai menteri luar negeri, dan karena jaringannya yang dianggap luas di Amerika Serikat dia pun mendapat tugas tambahan sebagai “dutabesar” di PBB.


Setidaknya ada beberapa sebab praktis yang ikut mendorong pemberontakan DI/TII yang secara bersamaan terjadi di tiga propinsi, Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Pertama berkaitan dengan rasionalisasi tentara. Banyak tentara dan laskar rakyat yang ikut berjuang dalam perang revolusi tidak dapat diakomodasi sebagai tentara reguler. Kedua, pemberontakan ini juga merupakan ekspresi kekecewaan terhadap hubungan pemerintahan Sukarno yang ketika itu semakin dekat dengan kubu komunis.

Di tahun 1961 Daud Beureuh mengubah Aceh menjadi Republik Islam Aceh (RIA). Tetapi di saat bersamaan, gerakannya mulai melemah setelah SM Kartosoewirjo dilumpuhkah. Adapun Kahar Muzakar dinyatakan tewas dalam sebuah pertempuran di belantara Sulawesi tahun 1965.Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin, yang berhasil meyakinkan Daud Beureuh untuk kembali bergabung dengan Republik Indonesia. Tanggal 9 Mei 1962 Daud Beureuh ditemani antara lain komandan pasukannya yang setia, Tengku Ilyas Leube, pun turun gunung. Bulan Desember perdamaian dirumuskan dalam Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.

setelah pemberontakan DI/TII melemah, Hasan Tiro ikut melunak. Pertengahan 1974 dia kembali ke Aceh. Dalam pertemuan dengan gubernur Aceh saat itu, Muzakir Walad, Hasan Tiro meminta agar perusahaannya bisa menjadi kontraktor pembangunan tambang gas di Arun.

Tapi Muzakkir Walad tak dapat memenuhi permintaan ini. Bechtel Inc., sebuah perusahaan dari California, Amerika Serikat, telah ditunjuk pemerintahan Orde Baru Soeharto sebagai kontraktor pembangunan pabrik gas Arun.

Pada tahun 1976 Hasan Di Tiro mendirikan Front Pembebasan Nasional Aceh - Sumatera , lebih dikenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka ( Gerakan Aceh Merdeka , atau GAM ) . Dia mengklaim bahwa Indonesia adalah negara yang tidak sah dan bahwa Aceh harus merebut kembali kemerdekaan pra - 1873 -nya . GAM meluncurkan kampanye dan di separatis, setelah terluka pada tahun berikutnya , Hasan Di Tiro melarikan diri ke Swedia , di mana ia mengambil kewarganegaraan Swedia dan mengawasi perjuangan separatis . Perjuangan naik dan turun lebih dari tiga dekade dalam menanggapi penindasan militer Indonesia . Korban tewas perang brutal Aceh telah diperkirakan antara 15.000 dan 30.000 .

Pada tahun 1990-an , Hasan Di Tiro mengalami dua stroke , yang membatasi kemampuannya untuk mengarahkan perang . Tapi dia terus diperlakukan dengan sangat hormat oleh GAM pemimpin politik dan militer , semua keputusan penting yang ditetapkan sebelum dia mengambil tindakan .
Pada puncak kekuasaan GAM pada tahun 2002 itu menguasai sebagian besar Aceh . Pada tahun 2003 tentara Indonesia meluncurkan kampanye militer terbesar , mengirimkan 70.000 tentara dan polisi paramiliter ke Aceh , mendorong GAM dari sebagian besar '' zona dibebaskan nya '' .

Pada tahun 2004 pemerintah Indonesia baru mulai menjajaki pembicaraan damai . Hal ini menyebabkan perjanjian pada tanggal 24 Desember 2004, untuk mengadakan pertemuan pada awal tahun 2005. Dua hari kemudian , tsunami melanda Aceh , menewaskan sekitar 170.000 orang dan menambahkan urgensi baru untuk menemukan resolusi untuk perang .

Hasan Di Tiro terlalu lemah untuk berpartisipasi dalam pembicaraan damai akhirnya, tetapi melalui pertemuan rutin di Stockholm , para perunding GAM menerima berkat-Nya untuk setiap tahap proses. Ketika perang saudara meletus kembali setelah tsunami melanda, Hasan di Tiro meninggalkan Indonesia , mengawasi gerakan GAM dari pengasingan di Swedia , di mana ia menjadi warga negara . Pada tanggal 15 Agustus 2005, GAM menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemerintah Indonesia , yang diikuti oleh misi monitoring Aceh diatur dengan bantuan dari Uni Eropa . Perdamaian selanjutnya membuka jalan bagi Hasan di Tiro kembali ke Indonesia.

Dan pada 3 Juni 2010, Hasan Tiro terbaring sakit. Jantung, dan komplikasi organ dalam, memaksanya berdiam di Rumah sakit Zainoel Abidin, Banda Aceh. Tekanan darahnya 70-40. Seiring dengan dunia yang terus berputar, dan waktu menjawab banyak persoalan. Kamis, 4 Juni 2010, 26 jam setelah pemerintah Indonesia memberikan hak kewarganegaraan Indonesia kepadanya, Hasan Tiro menghembuskan nafas terkahir di Banda Aceh. Ia dimakamkan di sisi kuburan kakeknya, Teungku Chik Di Tiro, di Aceh Besar. Di sana ia mengakhiri semua petualangan dan perjuangan ideologisnya. Pada saat matahari tegak lurus dengan bumi, pada hari itu, orang-orang Aceh meratap. Beliau meninggalkan seorang istri Dora, dan anaknya  Karim Di Tiro.






Penulis : Hendri Mirja Saputra
Nim      : 1010102020025



Tidak ada komentar:

Posting Komentar