Pulau
nasi merupakan salah satu pulau yang terletak tidak jauh dari kota Banda Aceh,
pulau nasi atau orang lebih mengenalnya dengan sebutan Pulau Aceh merupakan
satu dari sekian banyak pulau yang ada di aceh yang memiliki ragam karakteristik
tersendiri. Nilai-nilai kebudayaan dan adat istiadat di pulau tersebut memiliki
cerita dan sejarah yang luar biasa. Tetapi dari sudut pandang yang berbeda
mengenai status pulau tersebut banyak orang awam beranggapan aneh, karena ada
yang beraggapan bahwa pulau itu banyak malarianya dan ada juga yang beraggapan
bahwa pulau tersebut banyak tanaman ganja atau lebih dikenal dengan sebutan bakong dalam istilah bahasa orang aceh.
Mengawali
perjalanan saya kali ini menjajaki petualangan ke Pulau Nasi dalam rangka
melakukan survei dan observasi mengenai Pulau tersebut, saya dan empat teman
saya melakukan perjalanan pada pertengahan 2011.
Untuk
akses menuju ke Pulau Nasi kami menaiki alat transportasi boat di Taman Wisata
Kuliner Ule Lheeu, untuk biaya sendiri sangatlah terjangkau akan tetapi sedikit
catatan : apabila teman-teman mau
berwisata atau pun melakukan penelitian ada baiknya saya sarankan jam 13.20 WIB
sudah ada ditempat karena kapal jam 14.00 WIB sudah berangkat dari dermaga.
Dalam perjalanan perdana menjajaki petualangan ke Pulau Nasi kami disungguhi
panorama-panorama alam yang begitu menakjubkan laut biru dan pulau-pulau kecil
serta angin yang berhembus mengiringi irama perjalanan kami, keramahan tamahan
penumpang boat dan tidak lain adalah masyarakat Pulau Nasi begitu terasa dalam
sambutan senyum ramahnya.
Salah
satu nahkoda boat yang bernama Bg Jal banyak menceritakan mengenai Pulau
Tersebut dari masa konflik serta mindset mengenai pulau tersebut bahkan ketika
kami menayakan tentang malari dan ganja beliau tertawa lalu dalam candanya
menceritakan “soe mantoeng menyoe han
toem jak u pulo bek peugah yang koe-koe, adak jeut neujak beutroh baroe neu
peugah jang buetoi-beutoi tentang pulo” siapa saja yang belum pernah ke
pulau janganlah berbicara yang tidak-tidak akan tetapi alangkah baiknya anda
kemari dulu setelah itu baru anda ceritakan tentang anda bagaimana Pulau Nasi
itu sendiri “. beliau sendiri merupakan pendatang dari Peukan Bada yang saat
ini sudah berdomisili di Pulau Nasi dan telah menikah salah seorang penduduk
setempat. Setelah panjang lebar ngobrol akhirnya tibalah kami di Pulau Nasi
atau lebih tepatnya di desa Deudap, kami pun beristirahat di warung kopi didesa
tersebut setelah istirahat selama 30 menit akhirnya kami berjumpa lagi dengan
Bg Jal, beliau lalu mengantar kami ke rumah geuchik desa deudap setelah
melakukan segala perizinan barulah kami melakukan perjalanan awal di Pulau
Nasi. Dengan semangat dan keterbatasan kami waktu itu kami memilih untuk
melakukan perjalanan hanya di seputaran desa deudap.
Hari
pertama kami mencoba membaur dengan masyarakat setempat dan coba menayakan
berbagai hal macam dari sejarah hingga kearifan lokannya, mayoritas mata
pencarian masyarakat Pulau Nasi adalah melaut, berkebun dan bertani. Jumlah
penduduk didesa tersebut kurang lebih 400 jiwa dan mayoritas mata pencarian
didesa tersebut adalah melaut, didesa ini juga terdapat tempat penampungan yang
dipelopori oleh istri geuchik sendiri beliau menampung hasil tangkapan gurita
yang lalu dikeringkan hingga di dagangakan ke Banda Aceh.
Dilihat
dari kondisi fisik sendiri desa tersebut jauh dari perhatian pemerintah aceh
khususnya pemerintahan Aceh Besar sarana dan prasarana jauh tertinggal dari
desa-desa yang ada di Banda Aceh maupun desa lainnya.
Hari
kedua kami di Pulau Nasi atau lebih tepatnya di desa Deudap kami melakukan
perjalanan melakukan pendakian didesa tersebut untuk melakukan observasi
terhadap hutan tersebut jarak tempuh menuju ke atas kurang lebih 2 sampai 3
jam. berdasarkan informasi dari ketua pemuda desa tersebut di hutan yang akan
kami jelajahi banyak terdapat rusa dan juga monyet, ular sanca dan juga
jenis-jenis lainnya.
Sumber Foto : Firman Hidayat
Semak belukar hutan
tersebut semakin membuat tim sedikit kelelahan dan akhirnya kami memutuskan
untuk beristirahat sejenak. Sambil menikmati pemandangan dari atas kebawah.
Matahari
pun kini mulai menghilang dari pandangan kami hingga senja dan gelap malam pun
datang, gelap malam dan kopi pun menemani malam kami yang sedang bersantai
menikmati taburan bintang yang menghiasi alam semesta ini. Setelah ngobrol
panjang lebar dengan penuh canda tawa tanpa sadar fajar pun mulai menampakan
dirinya satu mulai mempersiapkan sarapan pagi dan persiapan-persiapan lainnya
Hari
ketiga kami mulai menulusuri beberapa tempat dengan membagi tim menjadi 2
kelompok kecil disinilah kegiatan observasi hutan di desa Deudap mulai
dilakukan, banyak hal-hal yang begitu menarik di hutan ini. Suara burung dan
juga jangkrik menemani penelitian kami di desa deudap tersebut hingga petang
siang pun datang dan kami beristirahat sejenak. Setelah evaluasi kami mulai
kembali ke cam awal untuk bersiap-siap untuk turun kebawah lagi berhubung
faktor-faktor tertentu kami pun memutuskan untuk kembali lagi bulan depan.
Setelah
sampai di kebawah kami pun beristirahat beberapa menit dan setelah itu saya dan
teman saya mulai bergegas untuk persiapan untuk menuju ke ujung pantai desa ini
berjarak kurang lebih dua kilometer dan ditemani dengan suasana yang mulai
berawan.
Sumber Foto : Firman Hidayat
Kami
tetap melanjutkan perjalanan kami untuk ke camp berikutnya berdasarkan
informasi dari masyarakt setempat di ujung pantai desa ini sering terjadi badai
dan disarankan untuk lebih berhati-hati. Sekitar 1 jam kami melakukan perjalanan
melalui pantai kami akhirnya tiba di ujung pantai desa ini, pasir putih dan
birunya laut begitu menggoda mata untuk bersantai menikmata senja yang akan
berlalu, malam terakhir kami di Pulau ini walaupun kami hanya beberapa hari
disini begitu banyak hal yang menarik hati nurani kita untuk terus tinggal
disini dilain waktu saya atau pun teman-teman lainnya akan kemari lagi untuk
melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarkat Pulau Nasi.
Sumber Foto : Firman Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar